Kuala Lumpur International Airport (KLIA) 2
menyambut saya, Fauzi, dan Taufik siang itu,
Rabu 26 Oktober 2016. Ini adalah kunjungan kedua saya setelah 2013 lalu.
Dari bandara kami bergerak menuju KL Central dengan menggunakan bus. Setelah
satu jam di perjalanan, kami memutuskan untuk menuju Bukit Bintang dengan
monorel untuk mencari penginapan.
Esoknya, Kamis, kami berkunjung ke pasar seni dan Galery Art Museum.
Kamis malam kami beranjak ke Singapura dengan bus
lewat Terminal Bersepadu
Selatan (TBS). Kami berangkat pada
pukul 23.00 waktu Malaysia dengan tiket seharga 125RMY untuk tiga orang.
Sekitar pukul 03.00 dini hari, kami sampai ke imigrasi perbatasan Malaysia dan
Singapura untuk cap
paspor bahwa kami keluar dari Malaysia dan lanjut
ke bus lagi. Ketika bus sudah melaju ke Singapura, yaitu antara jembatan penghubung Malaysia dengan
Singapura, kami harus turun lagi untuk masuk ke imigrasi negara tersebut. Di
imigrasi, kami harus mengisi kartu imigrasi
Singapura. Saat mengisi form tersebut, kami
sedikit kesulitan,
karena kurang memahami bahasa Inggris. Untunglah ada orang Malaysia yang mampu
berbahasa Melayu dan membantu kami.
Selesai mengisi form, kami harus mengantri untuk
mendapat cap imigrasi. Fauzi berada pada antrian depan, saya, lalu Taufik.
Setelah mengantri, kami diarahkan langsung
secara bersamaan untuk sidik jari dan scan mata sekalian oleh petugas imigrasi.
Entah apa maksutnya,
kami dibawa ke ruang lain. Di ruang tersebut, banyak sekali orang menunggu
giliran dipanggil. Akhirnya setelah lama
menuggu, tiba giliran Fauzi dipanggil. Tiba
giliran saya, Fauzi keluar dari ruangan tersebut. Di ruang itu, petugas
imigrasi menyuruh mengeluarkan uang
dalam dompet saya, handphone, dan juga melihat isi
kamera. Kemudian, saya diberikan selembar kertas yang berisikan beberapa
pertanyaan yang harus saya jawab ya atau tidak.
Mereka membawa saya ke ruang tes kejujuran. Saya
dipakaikan earphone, duduk di atas bangku yang berhadapan dengan sebuah monitor
komputer dengan tangan
kiri diletakkan di atas sebuah alat di meja dengan dijepit sedikit. Saya
diajukan beberapa pertanyaan seperti apakah pernah berbohong, pernahkah mencuri
barang punya majikan, dan sebagainya. Pertanyaan tersebut diulang-ulang hingga
beberapa kali.
Kami bertiga telah siap diperiksa. Tapi Fauzi dan
Taufik sempat beberapa kali diperiksa kembali. Sedangkan saya hanya duduk di
ruang tunggu menunggu mereka. Pada saat menunggu, datanglah petugas, mereka
menanyakan pada saya dimana pertama kali kenal dengan Fauzi, kemudian mereka
menyuruh saya untuk mengeluarkan seluruh isi dalam tas bawaan saya.
Selesai memasukkan kembali semua pakaian ke dalam
tas, saya diajak untuk bertemu dengan petugas di ruang yang lain. Mereka
mengatakan bahwa saya dan Fauzi bisa masuk ke Singapura, tapi tidak dengan
Taufik. Mereka tidak menjelaskan alasan mengapa Taufik tidak bisa masuk ke
Singapura. Tapi ada sedikit perbedaan antara tanggal lahir di KTP dan paspor.
Dengan keadaan demikian, saya memutuskan bahwa kami harus berdiskusi terlebih
dahulu. Kami tidak melanjutkan perjalanan kami ke Singapura. Lalu kami bertiga
diantar petugas sampai ke bus dan kembali ke Malaysia.
Sampai di Johor Baru Central, kami berdiskusi
sejenak. Saya dan Fauzi memutuskan untuk kembali ke Singapura lagi karena
mengingat jarak yang sedikit lagi. Taufik pun mengizinkan. Ia meminta kami
untuk mencarikannya bus untuk kembali ke Kuala Lumpur. Setelah mengantar
Taufik, saya dan Fauzi memutuskan untuk mencari makanan sebelum kembali ke
Singapura.
Bus dengan harga 3,30RMY membawa kami kembali ke
Singapura pada pukul 11.00 waktu setempat. Ketika sampai di perbatasan, kami
harus kembali mengisi form, ini
lebih cepat dari yang pertama, serta mengantri lagi.
Kali ini saya yang mengantri di depan Fauzi untuk menunggu giliran cap masuk Singapura dan saya
resmi masuk Singapura, saya mununggu Fauzi di pintu keluar. Sedikit lama
menunggu, ternyata Fauzi tak kunjung keluar, teryata Fauzi tidak lewat lalu
saya dipanggil masuk ke ruangan imigrasi lagi. Sesampai didalam kami menunggu giliran lagi untuk
dipanggil. Fauzi
dipanggil, lama juga petugas imigasi mengintrogasi teman saya itu, sampai tiba
saatnya sayu juga dipanggil ulang, sesampai didlam mereka
menanyakan beberapa hal seperti, dimana kenal Fauzi, aktifitasnya apa, kenapa
tidak jadi masuk Singapura tadi
pagi, mengapa harus jauh-jauh ambil keputusan, dan sebagainya. Setelah melalui
semuanya, kami dinyatakan bisa masuk dan diantar oleh petugas ke pintu keluar melanjutkan naik
bus menuju
Singapura.
Tiket yang kami beli di Johor Baru, ternayata bisa
digunakan kembali dengan menggunakan armada bus yang sama. Tiket berlaku 12 jam. Awalnya kami
kebingungan. Dimana tempat menunggu bus ini, di jalur manakah. Tiba-tiba ada
seorang ibu yang menanyakan mau kemana kami. Beliau mengarahkan pada jalur bus
tujuan kami. Kami juga sempat bertanya, dimana money changer di sini. Ternyata
tidak ada. Untunglah ada seorang ibu
etnis tionghoa yang memberikan 6 dolar Singapura
kepada ibu tersebut agar diberikan pada kami. Uang tersebut diberikan secara
sukarela. Saya merasa terharu dan berterima kasih kepada dua ibu tersebut.
Kami sampai di Singapura tepat pukul 14.00. Kami
segera membeli kartu internet di sebuah kedai
dan mencari tempat menginap. Kami menemukan sebuah tempat bernama Sleepy Kiwi Hostel, terletak
sekitar 15 menit berjalan kaki dari Bugis
Street. Kami check-in di hostel tersebut sekitar pukul 16.00 dengan 20 dolar
per malam.
Setelah istirahat selama dua jam, pukul 18.00, saya
dan Fauzi keluar dan mencari bus tujuan Marine Bay seharga 4 dolar untuk dua
orang. Sampai di sana, kami menuju Garden by the Bay dan melihat atraksi lampu
selama satu jam. Keesokan harinya,
kami harus segera kembali ke Malaysia, karena kami mengatakan pada petugas
imigrasi bahwa kami berada di Singapura hanya satu hari.[fah]
Foto: [ Ahmad Ariska | nanggroegeographic.com ]
Tidak ada komentar
Posting Komentar